Sabtu, 04 Februari 2012

Seorang Pecundang Sejati

Senyum manis selalu tersungging di wajahnya. Deretan gigi yang mungil dan lesung pipi yang dalam, semakin membuat sosoknya menarik di mataku. Hal inilah yang mendorong aku untuk mengenalnya lebih jauh.
Siang itu, disaat ada sebuah rapat koordinasi sebuah organisasi, ada seseorang yang dari awal tadi aku perhatikan. Secara tidak sadar aku memperhatikannya dari jauh. Melihatnya secara sembunyi-sembunyi di balik punggung teman-temanku, karena ada saat yang bersamaan, aku sedang berada di pojok ruangan, duduk dibelakang teman-teman yang datang belakangan, dan tentunya tidak bisa bergerak bebeas karena ruangan itu penuh dengan sesak. Otomatis aku hanya bisa diam dan melihat-lihat sekelilingku saja.
Waktu itu, perhatianku tersita pada seorang wanita mais yang duduk di hadapanku. Memang tidak persis menghadap padaku, namun aku cukup terpesona dengan sosoknya yang waktu itu hanya mampu kupandang dari sebelah kirinya saja. Dia tidak menunjukkan aktivitas seperti teman-teman lain yang kebanyakan mengobrol, namun ia lebih banyak diam.
Itu tidak menyurutkanku untuk mencoba untuk berkenalan dengannya. Namun karena sudah tercetak sebagai pecundang sejati dan tidak mau menyadarinya, apa daya aku hanya diam saja melihat dia keluar dari ruangan tersebut tanpa mampu berkata apa-apa. Yang aku lakukan saat itu hanyalah bertanya pada teman kelasku yang kebetulan satu sie dengannya pada saat acara yang diadakan organisasi tersebut direncanakan. Dari teman kelasku inilah, aku mendapatkan sedikit informasi yang setidaknya menghilangkan rasa penasaran saya yang besar. Dan hari itu berlalu begitu saja.
Beberapa hari kemudian, diadakan rapat lagi untuk koordinasi berikutnya. Sebagai catatan, bahwa setelah aku melihatnya waktu itu, aku merasa semangat untuk mengikuti setiap rapat koordinasi yang diadakan.
Aku memang bertemu dengannya waktu itu, namun apa yang aku lihat tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Dia saat itu sudah berdua dan memilki kekasih. Seketika, luluh lantak perasaan yang saya rasakan saat itu. Tanpa dikoando, saya tidak mengikuti rapat pada hari itu. Teman dekat saya menyadari hal itu dan mencoba memberikan semangat pada saya. Namun, hal itu tidak merubah keputusan saya untuk mengikuti aktivitas lai yang membuat saya lupa dengan peristiwa itu. Sungguh tindakan yang benar-benar semakin mengukuhkan posisi saya sebagai pecundang sejati. Saya memang bukan tipe orang yang “ngeyel”. Dalam arti kata, saya tidak ingin menjadi duri didalam hubungan mereka. Apapun yang terjadi, walaupun perasaan dan keinginan saya untuk mencintainya, otak saya menolak untuk meneruskan itu. Karena saya, sebagai seorang pecundang, tidak ingin dia terusik oleh kehadiran daya. Dan yang terlihat saat itu, dia bahagia dengan kekasihnya :’)
Lama setelah itu, aku bertemu lagi dengannya. Di waktu yang berbeda itu,ia tetap sama seperti biasanya, lebih banyak untuk berdiam diri. Ada rasa canggung bercampur ingin cari perhatian dihadapannya. Hal itu terjawab disaat kita dimasukkan dalam acara yang diselenggarakan oleh panitia. Dan kami terpilih untuk meramaikan acara tersebut. Entah karena Tuhan mungkin tahu apa yang saya rasakan, sayapun mendekati dia dan berpasangan dengannya di sebuah scene. Sungguh, saya tidak berpikir tentang apapun. Saat itu, saya hanya ingin merasa lebih dekat dan mungkin bisa sedikit akrab dengannya. Saya mengesampingkan dulu perasaan bahwa saya pernah sangat ingin mencintai dia. Toh, walaupun aku mencintai dia dan dia sudah memiliki kekasih, namun kalau bisa sedikit mengenalnya dan akrab, pasti suasana lebih cair. Dan asal tahu saja, bahwa saya tipe orang yang pecundang. Menyimpan cinta sendiri dan tidak mengutarakannya untuk menjaga hubungannya dengan kekasihnya, walaupun sakit yang terasa. Namun semua itu tidak penting. Bisa mengenalnya dan akrab saja, saya sudah merasa senang.
Dari situlah, kami mulai mengenal satu sama lain secara baik. Pada saat acara pun, saya selalu menyempatkan untuk berada didekatnya, hanya untuk sekedar memandang wajahnya yang manis yang selalu dihiasi senyumannya yang tidak kalah manisnya. Aku tidak ada maksud apa-apa dengannya. Hanya merasa senang di dekatnya. Merasa bahagia yang semu karena tidak bisa memiliki senyumannya yang indah. Mungkin saya berusaha sekeras mungkin untuk menyimpan segala perasaaan yang saya rasakan, agar tidak terlihat memalukan dihadapannya.
Akhirnya, rangkaian acara pun selesai. Saya sangat mengerti bahwa dia memiliki banyak sekali penggemar dan tidak sedikit juga yang memiliki perasaan yang sama denagan saya, ingin memilikinya. Saya hanya bisa manyun dan tidak tahan mendengar suara-suara yang bagi saya terdengar sumbang di telinga saya. Suara untuk meminta dia menjadi yang terpenting didalam hidup mereka. Saya menghindar karena saya tidak mampu mendengar hal itu, sementara aku juga ingin mengatakan hal itu terlebih dahulu padanya. Namun saya tidak bisa, karena saya terlalu pengecut. Bahkan setelah acara tersebut benar-benar selesai, saya tidak mampu untuk mengutarakan maksud saya yang sebenarnya. Dan hari itu kembali berlalu begitu saja tanpa ada apa-apa bagi seorang pecundang sejati seperti saya ini.
Lama tidak bertemu setelah rangkaian acara tersebut berakhir, kami tidak pernah lagi mengobrol secara intens. Saya berusaha untuk mencari jejaring sosialnya. Hal ini saya lakukan agar dapat enemuinya dan mengobrol di dunia maya secara lebih intens. Apa salahnya sebagai seorang teman saya mencari keberadaan teman saya tersebut. Terlepas dari itu semua, saya mencoba melupakan sedikit demi sedikit perasaan saya dan rasa luka yang saya tanam sendiri yang sekarang campur aduk rasanya. Ini tidak lebih karena saya hanya seorang pecudang sejati yang rela menyimpan perasaan padahal saya terlalu tersiksa dengan perasaan saya sendiri tersebut.
Saya kemudian mulai intens untuk berkomunikasi dengannya via twitter. Hal yang sangat pcundang sekali ketika saya mulai menggunakan modus untuk menjadi “Raja Gombal” untuk lebih dekat dengannya dan mengutarakan cinta secara terselubung. Benr-benar tindakan yang sangat cocok dialamatkan kepada seorang pecundang sejati seperti saya.
Suatu ketika, saya mengetahui bahwa dia sudah tidak bersama dengan kekasihnya yang dulu lagi. Ini merupakan kesempatan bagi saya untuk mulai mendekatinya. Namun apa daya, ternyata sudah ada orang lain yang mengisi hatinya dan dia bangga dengan pilihannya. Kembali sebagai mental seorang pecundang, saya merelakan perasaan saya membusuk perlahan demi perlahan. Saya tidak berani untuk mengintervensi atas hal-hal yang dia pilih. Hal itu terlihat dari galaunya tweet-tweet yang dia post, tapi bukan untuk saya.
Sekali lagi, saya harus memendam perasaan tersebut. Yang ada hanyalah kekosongan dan semakin melekatnya jiwa pecundang sejati.
Dalam diam, lagu “Untitled” dari Maliq d’Essential mengalun pelan dan semakin lirih menyayat perasaan pecundang ini. Sejak saat itu, saya lebih suka mengambil gitar, pacar satu-satunya yang mengerti saya saat itu, dan mulai mendentingkan lagu-lagu desperate macam “Untitled” Maliq d’Essential, “Menjadi Seperti yang Kau Minta” Chrisye, dan “Haven’t Met You Yet” Michael Buble. Makin lengkaplah kepecundangan saya.
Suatu saat, kami terlibat dalam komunikasi via sms. Dari situlah, saya mulai merasa dekat dengannya. Dia menceritakan segala keluh kesahnya, bagaimana dia didekati oleh anak baru itu, kemudian menceritakan asal-usul pria yang mendekatinya, yang kemudian saya tahu orang itu bekerja sebagai model, permasalahan yang timbul oleh karena ketidaknyamanannya selama menjalin hubungan dengan orang tersebut. Dia menceritakan semuanya seolah kami sudah sangat dekat. Dan hal inilah yang membuat saya nyaman dengannya. Di samping itu, karena kesamaan kami berdua yang sama-sama sudah tidak memiliki ayah lagi. Saya menikmati malam itu dengan baik :))
Pada suatu kesempatan, disaat kami sudah saling mengenal diri kami masih-masing secara lebih dekat dan sering untuk berkomunikasi secara intens, aku memberanikan diri untuk menyatakan perasaan yang sudah lama terpendam. Tentu saja dengan tetap mental pecundang, saya menyatakan perasaan itu lewat sms. Tentu saja tidak semudah itu, awalnya dia tidak menanggapi dengan serius pernyataan yang saya lontarkan padanya. Saya memaklumi itu. Karena selain membuktikan bahwa saya sangat pecundang, say juga di cap tidak gentle.
Saya awalnya tidak berharap banyak. Bahkan pesimis. Keyakinan saya hanyalah bahwa saya berani melampaui batas saya untuk menyatakan perasaan saya kepada lawan jenis. Namun, bak gayung bersambut, dia menerima saya untuk menjadi orang yang mengusahakan untuk memberikan dia kebahagiaan. Sungguh, saat itu saya ingin melonjak kegirangan. Sayang, niat itu saya urungkan melihat kondisi rumah saya saat itu sedang ramai. Yang jelas, saya merasakan kebahagiaan yang tidak terkira.
Namun tidak sampai semudah itu saja, maslahnya kami BERBEDA. Kami berbeda keyakinan. Kami mencoba untuk mengatasi di awal. Namun hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kami harus bertahan denagn pendapat-pendapat orang dan meyakinkan mereka bahwa tidak akan ada yang salah didalam cinta. Belum lagi godaan-godaan yang datang dari luar, dimana banyak penggemar dan mantan-mantan yang menghantui hubungan kami.
Namun hingga saat ini, perbedaan terbukti tidak menjadi halangan. Bahkan saya berniat untuk menikahinya. Saya merasa dia adalah anugerah terindah yang Tuhan beri didalam hidup saya. Tidak ada yang bisa meragukan keyakinan saya untuk memilihnya. Saya mantap untuk menikahinya. Mungkin hal ini terasa aneh, namun kami yakin bahwa kami mampu. Mampu memberikan semua yang terbaik bagi kelanjutan hubungan kami. Dan dalam nama Tuhan, hubungan kami indah dan baik adanya.Amien..
Teruntuk Wanita Terindah dalam Hidupku..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar