Senyum manis selalu tersungging di wajahnya. Deretan gigi yang mungil
dan lesung pipi yang dalam, semakin membuat sosoknya menarik di mataku.
Hal inilah yang mendorong aku untuk mengenalnya lebih jauh.
Siang
itu, disaat ada sebuah rapat koordinasi sebuah organisasi, ada
seseorang yang dari awal tadi aku perhatikan. Secara tidak sadar aku
memperhatikannya dari jauh. Melihatnya secara sembunyi-sembunyi di balik
punggung teman-temanku, karena ada saat yang bersamaan, aku sedang
berada di pojok ruangan, duduk dibelakang teman-teman yang datang
belakangan, dan tentunya tidak bisa bergerak bebeas karena ruangan itu
penuh dengan sesak. Otomatis aku hanya bisa diam dan melihat-lihat
sekelilingku saja.
Waktu itu, perhatianku tersita
pada seorang wanita mais yang duduk di hadapanku. Memang tidak persis
menghadap padaku, namun aku cukup terpesona dengan sosoknya yang waktu
itu hanya mampu kupandang dari sebelah kirinya saja. Dia tidak
menunjukkan aktivitas seperti teman-teman lain yang kebanyakan
mengobrol, namun ia lebih banyak diam.
Itu tidak
menyurutkanku untuk mencoba untuk berkenalan dengannya. Namun karena
sudah tercetak sebagai pecundang sejati dan tidak mau menyadarinya, apa
daya aku hanya diam saja melihat dia keluar dari ruangan tersebut tanpa
mampu berkata apa-apa. Yang aku lakukan saat itu hanyalah bertanya pada
teman kelasku yang kebetulan satu sie dengannya pada saat acara yang
diadakan organisasi tersebut direncanakan. Dari teman kelasku inilah,
aku mendapatkan sedikit informasi yang setidaknya menghilangkan rasa
penasaran saya yang besar. Dan hari itu berlalu begitu saja.
Beberapa
hari kemudian, diadakan rapat lagi untuk koordinasi berikutnya. Sebagai
catatan, bahwa setelah aku melihatnya waktu itu, aku merasa semangat
untuk mengikuti setiap rapat koordinasi yang diadakan.
Aku
memang bertemu dengannya waktu itu, namun apa yang aku lihat tidak
sesuai dengan apa yang aku inginkan. Dia saat itu sudah berdua dan
memilki kekasih. Seketika, luluh lantak perasaan yang saya rasakan saat
itu. Tanpa dikoando, saya tidak mengikuti rapat pada hari itu. Teman
dekat saya menyadari hal itu dan mencoba memberikan semangat pada saya.
Namun, hal itu tidak merubah keputusan saya untuk mengikuti aktivitas
lai yang membuat saya lupa dengan peristiwa itu. Sungguh tindakan yang
benar-benar semakin mengukuhkan posisi saya sebagai pecundang sejati.
Saya memang bukan tipe orang yang “ngeyel”. Dalam arti kata, saya tidak
ingin menjadi duri didalam hubungan mereka. Apapun yang terjadi,
walaupun perasaan dan keinginan saya untuk mencintainya, otak saya
menolak untuk meneruskan itu. Karena saya, sebagai seorang pecundang,
tidak ingin dia terusik oleh kehadiran daya. Dan yang terlihat saat itu,
dia bahagia dengan kekasihnya :’)
Lama setelah itu,
aku bertemu lagi dengannya. Di waktu yang berbeda itu,ia tetap sama
seperti biasanya, lebih banyak untuk berdiam diri. Ada rasa canggung
bercampur ingin cari perhatian dihadapannya. Hal itu terjawab disaat
kita dimasukkan dalam acara yang diselenggarakan oleh panitia. Dan kami
terpilih untuk meramaikan acara tersebut. Entah karena Tuhan mungkin
tahu apa yang saya rasakan, sayapun mendekati dia dan berpasangan
dengannya di sebuah scene. Sungguh, saya tidak berpikir tentang apapun.
Saat itu, saya hanya ingin merasa lebih dekat dan mungkin bisa sedikit
akrab dengannya. Saya mengesampingkan dulu perasaan bahwa saya pernah
sangat ingin mencintai dia. Toh, walaupun aku mencintai dia dan dia
sudah memiliki kekasih, namun kalau bisa sedikit mengenalnya dan akrab,
pasti suasana lebih cair. Dan asal tahu saja, bahwa saya tipe orang yang
pecundang. Menyimpan cinta sendiri dan tidak mengutarakannya untuk
menjaga hubungannya dengan kekasihnya, walaupun sakit yang terasa. Namun
semua itu tidak penting. Bisa mengenalnya dan akrab saja, saya sudah
merasa senang.
Dari situlah, kami mulai mengenal satu
sama lain secara baik. Pada saat acara pun, saya selalu menyempatkan
untuk berada didekatnya, hanya untuk sekedar memandang wajahnya yang
manis yang selalu dihiasi senyumannya yang tidak kalah manisnya. Aku
tidak ada maksud apa-apa dengannya. Hanya merasa senang di dekatnya.
Merasa bahagia yang semu karena tidak bisa memiliki senyumannya yang
indah. Mungkin saya berusaha sekeras mungkin untuk menyimpan segala
perasaaan yang saya rasakan, agar tidak terlihat memalukan dihadapannya.
Akhirnya,
rangkaian acara pun selesai. Saya sangat mengerti bahwa dia memiliki
banyak sekali penggemar dan tidak sedikit juga yang memiliki perasaan
yang sama denagan saya, ingin memilikinya. Saya hanya bisa manyun dan
tidak tahan mendengar suara-suara yang bagi saya terdengar sumbang di
telinga saya. Suara untuk meminta dia menjadi yang terpenting didalam
hidup mereka. Saya menghindar karena saya tidak mampu mendengar hal itu,
sementara aku juga ingin mengatakan hal itu terlebih dahulu padanya.
Namun saya tidak bisa, karena saya terlalu pengecut. Bahkan setelah
acara tersebut benar-benar selesai, saya tidak mampu untuk mengutarakan
maksud saya yang sebenarnya. Dan hari itu kembali berlalu begitu saja
tanpa ada apa-apa bagi seorang pecundang sejati seperti saya ini.
Lama
tidak bertemu setelah rangkaian acara tersebut berakhir, kami tidak
pernah lagi mengobrol secara intens. Saya berusaha untuk mencari
jejaring sosialnya. Hal ini saya lakukan agar dapat enemuinya dan
mengobrol di dunia maya secara lebih intens. Apa salahnya sebagai
seorang teman saya mencari keberadaan teman saya tersebut. Terlepas dari
itu semua, saya mencoba melupakan sedikit demi sedikit perasaan saya
dan rasa luka yang saya tanam sendiri yang sekarang campur aduk rasanya.
Ini tidak lebih karena saya hanya seorang pecudang sejati yang rela
menyimpan perasaan padahal saya terlalu tersiksa dengan perasaan saya
sendiri tersebut.
Saya kemudian mulai intens untuk berkomunikasi
dengannya via twitter. Hal yang sangat pcundang sekali ketika saya mulai
menggunakan modus untuk menjadi “Raja Gombal” untuk lebih dekat
dengannya dan mengutarakan cinta secara terselubung. Benr-benar tindakan
yang sangat cocok dialamatkan kepada seorang pecundang sejati seperti
saya.
Suatu ketika, saya mengetahui bahwa dia sudah tidak bersama
dengan kekasihnya yang dulu lagi. Ini merupakan kesempatan bagi saya
untuk mulai mendekatinya. Namun apa daya, ternyata sudah ada orang lain
yang mengisi hatinya dan dia bangga dengan pilihannya. Kembali sebagai
mental seorang pecundang, saya merelakan perasaan saya membusuk perlahan
demi perlahan. Saya tidak berani untuk mengintervensi atas hal-hal yang
dia pilih. Hal itu terlihat dari galaunya tweet-tweet yang dia post,
tapi bukan untuk saya.
Sekali lagi, saya harus memendam perasaan tersebut. Yang ada hanyalah kekosongan dan semakin melekatnya jiwa pecundang sejati.
Dalam
diam, lagu “Untitled” dari Maliq d’Essential mengalun pelan dan semakin
lirih menyayat perasaan pecundang ini. Sejak saat itu, saya lebih suka
mengambil gitar, pacar satu-satunya yang mengerti saya saat itu, dan
mulai mendentingkan lagu-lagu
desperate macam “Untitled” Maliq
d’Essential, “Menjadi Seperti yang Kau Minta” Chrisye, dan “Haven’t Met
You Yet” Michael Buble. Makin lengkaplah kepecundangan saya.
Suatu
saat, kami terlibat dalam komunikasi via sms. Dari situlah, saya mulai
merasa dekat dengannya. Dia menceritakan segala keluh kesahnya,
bagaimana dia didekati oleh anak baru itu, kemudian menceritakan
asal-usul pria yang mendekatinya, yang kemudian saya tahu orang itu
bekerja sebagai model, permasalahan yang timbul oleh karena
ketidaknyamanannya selama menjalin hubungan dengan orang tersebut. Dia
menceritakan semuanya seolah kami sudah sangat dekat. Dan hal inilah
yang membuat saya nyaman dengannya. Di samping itu, karena kesamaan kami
berdua yang sama-sama sudah tidak memiliki ayah lagi. Saya menikmati
malam itu dengan baik :))
Pada suatu kesempatan, disaat kami sudah
saling mengenal diri kami masih-masing secara lebih dekat dan sering
untuk berkomunikasi secara intens, aku memberanikan diri untuk
menyatakan perasaan yang sudah lama terpendam. Tentu saja dengan tetap
mental pecundang, saya menyatakan perasaan itu lewat sms. Tentu saja
tidak semudah itu, awalnya dia tidak menanggapi dengan serius pernyataan
yang saya lontarkan padanya. Saya memaklumi itu. Karena selain
membuktikan bahwa saya sangat pecundang, say juga di cap tidak gentle.
Saya
awalnya tidak berharap banyak. Bahkan pesimis. Keyakinan saya hanyalah
bahwa saya berani melampaui batas saya untuk menyatakan perasaan saya
kepada lawan jenis. Namun, bak gayung bersambut, dia menerima saya untuk
menjadi orang yang mengusahakan untuk memberikan dia kebahagiaan.
Sungguh, saat itu saya ingin melonjak kegirangan. Sayang, niat itu saya
urungkan melihat kondisi rumah saya saat itu sedang ramai. Yang jelas,
saya merasakan kebahagiaan yang tidak terkira.
Namun tidak sampai
semudah itu saja, maslahnya kami BERBEDA. Kami berbeda keyakinan. Kami
mencoba untuk mengatasi di awal. Namun hal ini tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Kami harus bertahan denagn pendapat-pendapat orang dan
meyakinkan mereka bahwa tidak akan ada yang salah didalam cinta. Belum
lagi godaan-godaan yang datang dari luar, dimana banyak penggemar dan
mantan-mantan yang menghantui hubungan kami.
Namun hingga saat
ini, perbedaan terbukti tidak menjadi halangan. Bahkan saya berniat
untuk menikahinya. Saya merasa dia adalah anugerah terindah yang Tuhan
beri didalam hidup saya. Tidak ada yang bisa meragukan keyakinan saya
untuk memilihnya. Saya mantap untuk menikahinya. Mungkin hal ini terasa
aneh, namun kami yakin bahwa kami mampu. Mampu memberikan semua yang
terbaik bagi kelanjutan hubungan kami. Dan dalam nama Tuhan, hubungan
kami indah dan baik adanya.Amien..
Teruntuk Wanita Terindah dalam Hidupku..